ANOMALI DALAM IMPLEMENTASI MISSION HmI


Himpunan Mahasiswa Islam merupakan organisasi ekstra kampus yang didirikan pada 14 Rabiul Awal 1366 H yang bertetapan dengan 5 Februari 1947 M. Lafran Pane dan kawan-kawan sebagai Mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI) Yogyakarta/UII Yogyakarta pada zamannya muncul sebagai pelopor dalam berdirinya HmI tepatnya ketika itu Indonesia masih belia dalam mencapai kemerdekaannya.
Tujuan luhur dalam tujuannya mendirikan HmI ditegaskan oleh Lefran Pane yakni untuk melestarikan dan menjaga ajaran Islam serta menjadikan nilai kesilaman sebagai asasnya. HmI sebagai organisasi independen sejak kelahirannya memiliki misi yang jelas dan cita-cita tinggi untuk diperjuangkan hingga tercapai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dari keluruhuran tujuan HmI pada awal berdiri sampai misinya yang begitu masif dan kader yang militan. Sungguh menjadi tantangan besar bagi keberlangsungan HmI itu sendiri. Apakah terjadi anomali dalam diri kader HmI dan implementasi mission HmI itu sediri?
Tujuan yang jelas diperlukan untuk suatu organisasi, hingga setiap usaha yang dilakukan oleh organisasi tersebut dapat dilaksanakan dengan teratur. Bahwa tujuan suatu tujuan organisasi dipengaruhi oleh suatu motivasi dasar pembentukan, status dan fungsinya dalam totalitas Mission HmI. Dalam totalitas kehidupan bangsa Indonesia, maka HmI adalah organisasi yang menjadikan Islam sebagai sumber nilai. Motivasi dan inspirasi sebagai organisasi kader berperan sebagai organisasi perjuangan serta bersifat independen.
Dengan rumusan tersebut, maka pada hakikatnya HmI bukanlah organisasi masa dalam pengertian fisik dan kualitatif, sebaliknya HmI secara kualitatif merupakan lembaga pengabdian dan pengembangan ide, bakat dan potensi yang mendidik, mempimpin dan membimbing anggota-anggotanya untuk mencapai tujuan dengan cara perjuangan yang benar dan efeketif.
Berbicara mengenai tujuan awal di bentuknya organisasi HmI, dengan rasa kegelisahan seorang revolusioner lafran pane melihat realitas masyarakat pada saat itu pasca dua tahun kemerdekaan Republik Indonesia dimana masyarakat lagi di goyang perkara ideologi mereka agar pecahnya NKRI, dan juga krisisnya masyarakat pada saat itu dalam memahami niai-nilai keislaman.
Oleh karena adanya problematika tersebut maka dari itu didirikannya HMI dengan tujuan yaitu, pertama menjaga kesatuan NKRI, adapun yang kedua menyiarkan nilai-nilai keislaman. Namun setelah melewati masa-masa krisis tersebut jadilah di rumuskan dalam kongres HMI untuk menentukan tujuan HMI yang di tuangkan dalam pasal 4, yang dimana tujuan itu sempat berubah beberapa kali dalam kongres Pengurus Besar HMI, dan akhirnya tujuan tersebut mutlak tidak adanya perubahan lagi hingga saat ini.
Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhai allah SWT, itulah tujuan yang menjadi dasar dalam mengemban mission HMI. Di dalam tujuan tersebut tersiratnya 5 kualitas insan cita yang dimana kader HMI harus didasari dengan intelektualitas yang matang agar bisa menciptakan segala kreativitas, dimana kreativitas tersebut bisa di lakukan tanpa adanya sifat thagut (belenggu) dari segala sesuatu yang mengekang akan tapi masih berpegang teguh dalam konteks kebenaran.
Konsep pengabdian yang tertuang dalam bentuk perjuangan pun dilandasi dengan nilai-nilai dasar, yaitu merupakan suatu ideologi yang bernafaskan islam guna untuk terwujudnya masyarakat adil makmur yang tentunya di ridhai allah SWT.
Dengan proses yang di landasi nilai-nilai ke idealan maka kader HmI tersbut akan menjadi kader yang paripurna. Namun berbicara mengenai perjuangan, memang tidak semudah seperti yang terlintas dalam konsep idealita. HmI yang terhitung sebagai organisasi mahasiswa tertua di indonesia tentu saja sudah melewati masa-masa dimana nilai-nilai idealis yang bersifat independensi sudah hampir terkontaminasi oleh kepentigan-kepentingan golongan tertentu bahkan dari pihak goverment yang telah merasa terancam.
Seyogyanya mahasiswa sebagai agent of change juga sebagai pihak penentang akan kebijakan  pemerintah yang tidak bersifat kooperatif dan mengayomi masyarakat, akan tetapi terlihat miris pada saat idealisme dan sifat indepedensi kader HmI sudah tergadaikan oleh kepentingan golongan yang mengintervensi secara sadar terhadap proses perjuangan. Dengan mengimi-imingi posisi tetinggi yang bisa sampai menghalalkan segala cara agar tercapainya ambisi tersebut, hingga bukan lagi proses yang di dasari nilai-nilai, tetapi politik praktis dan pragmatis yang di tertanam pada pemikiran mereka saat ini.
Segala bentuk intervensi dari berbagai golongan untuk melakukan sesuatu yang tentunya menawarkan keuntungan materil yang tidak bisa di tolak. Semua itu bisa terjadi karena bentuk proses yang tidak sistematik, dimana kader HmI sudah tidak lagi menggantukan pada intelektualisasi lagi sehingga tidak bisa membedakan antara nilai benar salah dan baik buruk dalam konteks perjuangan dan semua pada akhirnya bersifat pragmatis. Itu mungkin hanya beberapa bentuk anomali-anomali dari sifat independensi dan dalam mengemban mission HMI. Tentu saja tidak secara universal bentuk narasi tersebut, masih ada kader-kader yang masih berpegang teguh dalam nilai kebenaran dalam segi perjuangan, walaupun memang melawan sistem itu seperti melawan tembok besar yang sudah berdiri kokoh. Dengan adanya kader-kader yang masih menjunjung tinggi konteks intelektualitas maka tentunya proses kaderisasi untuk menciptakan kader-kader paripurna tidak akan menjadi bahasa yang mustahil, agar dapat terbentuknya kepribadian 5 kualitas insan cita.

Maka dari itu yakinkanlah segalanya dengan iman, usahakanlah dengan ilmu, dan sampaikanlah dengan amal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMBANGUN UNPAS MENUJU PENGKUH AGAMANA, LUHUNG ELMUNA, JEMBAR BUDAYANA

AGAMA SEBAGAI TONGGAK UTUHNYA BHINEKA TUNGGAL IKA